Warung makan sederhana di jalan Ki Mangunsarkoro Solo ini tak jauh beda dengan deretan warung makan lain. Yang terlihat mencolok adalah banner sponsor sebuah merk kecap di depan warung yang berwarna merah menyala dengan tulisan kuning; Sate Kambing-Gule-Tongseng-Tengkleng 'Mbok Galak'. Meja panjang dan bangku kayu sederhana berjajar di dalam warung yang nyaris tak pernah kosong. Kepulan asap sate kambingpun menebar di udara, sangat wangi, menggelitik hidung!
Seperti warng sate kambing khas Solo, menu yang ditawarkan selain sate kambing, ada tengkleng, gule dan tongseng. Menurut beberapa teman dan orang-orang di sekitar jalan tersebut, warung sate kambing inilah yang hampir selalu melayani pesanan pak Harto dan keluarga bila mereka datang ke ndalem Kalitan. Sebenarnya saya tak hanya penasaran dengan masakan olahan mbok Galak ini tetapi juga ingin tahu asal muasal nama si mbok pemilik warung ini. Mengingat raut muka dan tegur sapanya yang ramah tak mencerminkan sikap 'galak'nya.
Sambil melayani pembeli kamipun mengobrol. Nama asli mbok Galak ini adalah Sakiyem. Awal mulanya Sakiyem belajar memasak dan meracik bumbu dari sang bu lik bu Pujo yang lebih dulu buka warung sate pada tahun 1965. Barulah pada tahn 1982, Sakiyem mendirikan warung sate sendiri. Pak Harto, mantan presiden kita mengenal sate kambingnya melalui bu Pujo. Saat Sakiyem buka warung sendiri, keluarga pak Harto lebih sering memesan sate kambing pada Sakiyem.
"Dulu,satenya kami buat terus dikirim ke Ndalem Kalitan 50-100 tusuk setiap kali kirim", tuturnya. Untuk pesanan tersebut ia mengaku menyembelih 1 ekor kambing. 'Sayangnya setelah pak Harto lengser, jadi jarang pesan sate dan gule lagi. Pesanan yang terakhir itu tahun 2004,' ujar mbok Sakiyem sambil mengaduk gule kambing. Dari keluarga pak Harto, mbak Tututlah yang paling suka sate racikan mbok Galak ini.
Proses pembakaran sate mbok Galak sama dengan sate kambing yang lain. Namun, penyajiannya yang unik. Sate kambing tidak disajikan dengan tusuk satenya tetapi dilepaskan dari tusuknya. Jadilah sate kambing sepiring penuh tersaji di depan saya. Dilengkapi dengan irisan daun kol, jeruk nipis dan cabai rawit utuh. Hmmm... aromanya wangi menusuk hidung.Saat gigitan pertama saya kunyah, dagingnya terasa empuk, lembut, dengan lemak tak berlebihan dan rasa manis yang tak terlalu kuat.
Tercium aroma harum bawang putih, nyaris tak terlacak jejak bau prengus, aroma tajam khas BB kambing. Saya pun beralih ke piring berisi tongseng. Tongseng yang merupakan potongan daging kambing yang ditumis dengan bumbu gule, diberi tomat dan daun kol, dan kuahnya agak kental nyemek-nyemek. Suapan pertama langsung terasa bumbu gule khas Jawa racikan mbok Galak yang mlekoh, mantap dan berlimpah. Dipadu dengan daging kambing yang empuk, jadilah rasa tongseng yang uenaak! Tongseng ini disajikan dengan sepiring nasi putih.
Setelah mencicipi sate dan tongseng mbok Galak barulah saya mengerti kenapa pak Harto menyukai masakan mbok Galak. Pemakaian bumbu yang medok, terutama untuk gule (bumbu gule Jawa tak sama dengan gulai Sumatra), membuat cita rasa masakan khas Solo ini jadi mantap. Untuk berjualan mbok Galak setiap hari menyembelih 5 ekor kambing yang didatangkan dari Pasar Hewan Silir.
Proses memasak sudah dimulai sejak pukul 03.00 dini hari untuk mengolah 1000 tusuk sate atau 100 porsi. Mbok Galak memasak bersama 10 orang pegawai termasuk 2 orang anaknya. Soal sebutan 'Mbok Galak' bu Sakiyempun menjelaskan; "Wah, itu karena saya selalu galak sama pegawai," diiringi tawanya yang renyah.
Nah, kalau sedang jalan-jalan ke Solo, dan ingin mencicipi sate kambing dan gule khas Jawa, mampir saja ke warung mbok Galak ini. Sekaligus Anda bisa juga membuktikan kalau ternyata pak Harto punya selera yang bagus untuk masakan tradisional. Harga yang ditawarkan juga tak mahal. Tiap porsi sate (10 tusuk), gule dan tongseng dihargai Rp. 14.000,00.
Sate Kambing-Gule-Tongseng-Tengkleng
'Mbok Galak'
Jl. Kimangunsarkoro No.122
Solo
0 komentar:
Posting Komentar